Perjalanan Kami: Dari “Parasit Keluarga” Hingga Hidup Mandiri di Jerman ✨
29/10/2024 2024-10-29 20:20Perjalanan Kami: Dari “Parasit Keluarga” Hingga Hidup Mandiri di Jerman ✨
Perjalanan Kami: Dari “Parasit Keluarga” Hingga Hidup Mandiri di Jerman 🇩🇪✨
Hallo semuanya! 👋
Hari ini saya ingin berbagi kisah saya dan Kiki pada tahun 1998, sebuah perjalanan yang mungkin bisa menjadi inspirasi buat kalian. Kami hidup seperti sekarang ini BUKAN hanya berkat anugerah besar dari Tuhan 🙏, tetapi juga karena keberanian mengambil keputusan besar di tahun 1998. Keputusan itu membawa kami hidup lebih dari 20 tahun di Jerman dan mewujudkan semua cita-cita serta impian kami. 🌟
Link ke Audioblog
Awal Perjalanan – “Parasit Keluarga” 🐛🏠
Saya dan Kiki, suami saya 💑, sudah menyelesaikan kuliah S1 di Indonesia pada 1997 dan masing-masing sudah bekerja. Saya bekerja di kantor sipil di daerah Sunter, sementara Kiki di kantor arsitek di Menteng. Di atas kertas, semua tampak sempurna—kuliah selesai, kerja ada. Tapi di balik itu, ada kenyataan yang mengganggu: kami masih bergantung sepenuhnya pada orang tua. Mulai dari tempat tinggal, makanan, sampai hiburan, semua masih ditanggung oleh mereka. Kami menjadi “parasit keluarga.” 🐛💸
Gaji kami tidak cukup untuk hidup mandiri. Semua habis untuk bensin, tol, makan siang, dan cicilan kartu kredit 💳, yang sering kali kami gunakan untuk barang-barang konsumsi yang sedang tren. Untuk mengalihkan perasaan bersalah itu, kami berpura-pura bahwa hidup seperti ini sudah wajar. Pergi pagi, pulang malam dengan alasan macet 🚗, dan habiskan akhir pekan dengan teman-teman—gaya hidup tanpa arah yang jelas.
Titik Balik: Tawaran Kerja di New Zealand 🍎✈️
Suatu hari, seorang kenalan memberi ide: “Kenapa nggak ke New Zealand buat kerja?” Negara itu sangat indah katanya 🏞️. Kami tertarik, dan bertanya lebih lanjut. Ternyata, pekerjaan yang ditawarkan adalah… memetik apel! Gajinya memang lebih tinggi dari yang kami dapat di Jakarta, namun kami merasa skeptis.
Apakah kami benar-benar siap meninggalkan “kemewahan” yang ada di rumah orang tua—dari mbak yang siap membantu hingga fasilitas lengkap? 🛋️ Berhari-hari kami berdebat. Apa ini langkah yang tepat untuk keluar dari kebuntuan? Pada akhirnya, kami memutuskan: Tidak ❌. Kami harus mencari jalan yang lebih baik.
Alternatif Lain: Studi di Luar Negeri 📚🌏
Setelah menolak tawaran itu, kami mulai mencari jalan keluar dengan mengirim lamaran kerja ke berbagai negara 🌍. Sayangnya, ijazah S1 dari Indonesia tidak memenuhi standar internasional. Rasa frustrasi muncul, namun kami tidak ingin menyerah. Lalu, ide untuk melanjutkan kuliah muncul, dan kami menghadiri berbagai pameran studi.
Meskipun kuliah di Amerika, Inggris, atau Australia menarik, biaya yang dibutuhkan luar biasa tinggi 💸. Hingga akhirnya, kami mendapat informasi tentang Jerman. Biaya kuliah di Jerman jauh lebih terjangkau. Namun, tantangannya adalah bahasa Jerman, yang sama sekali asing bagi kami 🇩🇪. Tapi kami tidak menyerah dan memutuskan untuk mengejar kesempatan ini.
Pentingnya Mentor 👩🏫✨
Kami beruntung memiliki sepupu yang tinggal di Jerman, yang memberikan informasi berharga: “Kalian bisa kuliah sambil kerja di sini.” Ini memberi kami harapan. Jerman adalah pilihan realistis—biaya kuliah terjangkau dan ada kesempatan kerja untuk menunjang hidup 💪. Sepupu kami juga menjadi mentor yang membimbing langkah-langkah kami.
Dengan penuh semangat, kami mengikuti saran sepupu kami. Kami mengambil kursus bahasa Jerman di Goethe-Institut 🇩🇪, mengumpulkan dokumen 📑, dan mempersiapkan visa 🛂. Mentor kami membantu menjelaskan dengan jelas dan sederhana, sehingga kami yakin untuk langsung bertindak tanpa ragu.
Kekuatan Mindset 💭💡
Sebelum berangkat, kami menetapkan tujuan hidup di Jerman:
- Keluar dari kehidupan yang tidak bermakna di Jakarta. 🌆
- Menjadi mandiri dan tidak menjadi beban bagi keluarga. 💼
- Mendapatkan gelar akademis dari Jerman. 🎓
- Mendapatkan pekerjaan yang layak setelah lulus. 🏢
Kami pun siap dengan skenario jika gagal: “Jika semuanya tidak berjalan sesuai rencana, kita akan pulang ke Indonesia dengan membawa ijazah Jerman.” Dengan mindset positif, bahkan rencana gagal pun menjadi dorongan positif bagi kami. Kami tidak punya banyak yang dipertaruhkan, dan dengan tekad kuat, kami yakin bahwa kami bisa berhasil. 💪✨
Prinsip Hidup: Berikan 110% 🔥
Setelah sampai di Jerman, kami menghadapi tantangan yang luar biasa 😅. Setiap kali kami merasa lelah, kami mengingat tujuan kami. Kami sadar bahwa sebagai orang asing, kami harus berusaha lebih keras dari yang lain. Kami harus keluar dari zona nyaman dan memberikan usaha 110% 🎯. Kami ingin menjadi bukan hanya yang terbaik, tetapi juga lebih baik dari kandidat lokal.
Sekarang, melihat kembali perjalanan itu, kami sangat bersyukur 🙏. Semua pengalaman ini telah menjadi cerita yang bisa kami bagikan dengan bangga kepada anak-anak kami 👨👩👧👦.
Pesan untuk Kalian 📝💬
Inilah kisah kami di tahun 1998. Harapan saya, kisah ini dapat memberikan inspirasi dan orientasi untuk kalian yang ragu-ragu mengambil keputusan besar dalam hidup.
Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini. Sampai berjumpa lagi di blog selanjutnya. 😊
Ingat:
- Jangan pernah menyerah pada impian kalian 🌠.
- Ambil keputusan dan bertindak sekarang juga ⏳.
- Temukan mentor yang bisa membimbing kalian 👩🏫.
- Tetapkan tujuan dengan mindset positif 💡.
- Berikan 110% usaha, dan percaya bahwa kalian bisa sukses 💪💯.
Terakhir, saya mohon bantuan kalian untuk membagikan blog ini kepada siapa pun yang membutuhkan—pelajar SMA, mahasiswa 🎓, atau siapa saja yang bermimpi untuk studi atau bekerja di luar negeri. Jika ada yang membutuhkan bimbingan, saya selalu siap membantu di info@minamulia.com.
Dengan sepenuh hati,
Mina 💙
Search
Popular posts
Popular tags